Sabtu, 09 April 2011

Temaram Pelangi Malam

Kususuri pesisir pantai tanpa alas kaki. kuinjak perlahan butiran halus yang telah menemani sedari tadi. Buaian ombak sesekali menerpa kulit kakiku, sesekali berhenti hanya sekedar mengusap peluh yang menetes di kening.

Matahari tampak bercengkrama di angkasa, sinarnya terik. Anugerah bagi tumbuhan yang sedang berfhotosintesis. Namun kali ini matahari tak bersahabat denganku. Aku yang sudah lima hari menyusuri pantai ini, tanpa teman dan belum bertemu seseorangpun. “Apakah sahabat-sahabatku masih hidup?” gumamaku melintas sesaat, namun aku sibuk resah dengan kondisiku.

Lelah hinggap, kusandarkan punggung pada sebatang nyiur, sembari menghapus peluh dan membongkar ranselku yang masih melekat dipunggung sejak hari naas di kapal itu, aku berharap menemukan makanan terakhir yang bisa kutelan. Sejak pagi aku hanya minum air kelapa, hanya itu yang kutemukan di pulau ini, benar-benar tak berpenghuni.
Sang mentari pun bergeser perlahan pulang keperaduaannya. Kini hanya remang-remang rembulan yang menemani. Mengingatkan pada istriku, sahabat kala mengagumi bulan tiap malam.

“Abang, batalkan saja perjalanan abang ke Pulau Bangka.” Rengek Liana istriku

“Tidak bisa sayang, Abang sudah buat jadwal perjalanan dengan teman-teman, ini tanggung jawab pekerjaan Abang sebagai ketua tim ekspedisi!”

“Terus terang, Liana khawatir. Apalagi semalam Liana bermimpi ada pelangi di kegelapan malam, saat kita berdua memandangi rembulan. Itukan tandanya …” Liana tak melanjutkan, buru-buru kutempelkan jari dibibirnya.

“Mudah-mudahan itu hanya bunga tidurmu saying, kau tahu kan, pelangi itu indah!” kukecup keningnya dan tarik selimut hangat untuknya.

Aku terhenyak, angin menerpa wajahku yang mulai berantakan tak terawat. Tubuhku lemah namaun tetap menyimpan harapan. “Mereka pasti menemukanku!”

Perapian yang kubuat tampak mengepul, perlahan kutambahkan beberapa ranting kayu supaya makin membara. Riuh suara binatang malam memecah keheningan, aku terperanjat tatkala terlihat sayup-sayup cahaya mendekat, makin kutambah kayu bakar pada perapian dengan segera.

Dibawah cahaya bulan, perahu boat tim SAR membawaku menuju lautan lepas. Tubuhku dibalut selimut tebal. Mataku terpaku pada bola bulan terang di langit malam itu. Rembulan yang dikeliling lingkaran Halo. “Itukah pelangi di malam hari sayang!” gumamku mendesis diiringi pudarnya pandangan mataku. Gelap.

***

[EdT]
Ruang serba gunaku~
Kayuagung, 16 Maret 2011, 12 pm hingga 13 pm
 
Alhamdulillah kisah ini telah dibukukan salam Antologi Kisah Pelangi (jilid 3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar