Senin, 18 April 2011

Udik Sedunia

Oleh Edelwise Tsurayya

Aku dan teman-teman sedang berjalan menuju bus yang akan membawa kami ke Kuala Lumpur International Airport. Hari ini adalah jadwal kepulangan utusan dari Palembang, Bandung, Jakarta dan Medan. Sedangkan besok adalah jadwal kepulangan teman-teman dari Pekanbaru.
Ketika tiba di Bandara, semua sibuk dengan aktivitas masing-masing mengambil posisi antri di tempat barang-barang bagasi, tinggallah aku yang linglung.
“Ranselku… ranselku mana ya?” ungkapku gugup ketika memeriksa sekeliling.
Setelah dicari-cari tak ditemukan di bagian barang-barang bus. Aku gagap sambil mengingat-ingat dimana keberadaan ransel tersebut. Seingatku aku kumpulkan ransel tersebut dengan koper-koper lainnya. Akhirnya aku teringat dengan teman yang masih berada di asrama Universitas Malaya. Dalam kepanikan yang mencekam segera kuhubungi dengan sisa pulsa yang masih memadai.
“Alhamdulillah ranselku ada, tertinggal di Cafetaria Universitas Malaya ketika sarapan pagi tadi, ternyata ranselku ada di kursi sehingga tidak ikut terangkut.” Ungkapku pada teman-teman.
Namun mendadak jadi panik berjamaah, “Bagaimana bisa pulang? tak cukup sejam lagi waktu pesawat berangkat, sedangkan perjalanan dari Asrama Universitas Malaya lebih dari sejam perjalanan.” Kembali fikiran itu menghantuiku, alangkah rumitnya mengurus pemberangkatan lagi untuk besok hari. Sedangkan dompet, paspor dan semuanya ada di ransel itu.
Tiba-tiba Anggun membuatku tersentak dan kembali mengingatkanku. “ Mbak, tadi pagi kan titip paspor sama Anggun, jadi Mbak bisa pulang hari ini juga!”
“What? aku baru ingat hal itu, Alhamdulillah Ya Allah, sunggguh tak disangka. Seolah-olah ada firasat tanpa disadari untuk kejadian hari ini. Semua jadi terharu, tak disangka-sangka. Sungguh ini adalah Kekuasaan Allah, jika tidak maka terdamparlah aku di negeri orang.
“Ini pelajaran buatku, untuk mengecek segala sesuatu sebelum berangkat.” Gumamku, padahal membela sifat pelupaku.
Akhirnya, aku bisa pulang ke tanah air dengan predikat sebagai penumpang pesawat paling miskin sedunia. “Ya… tak ada satu sen pun uang yang kupunya.”
“Ter-la-lu …. Iya deh, udik sedunia.”


Base on true story Agust, 30 2008.
In memoriam of Malaysia ^_____^

Membuat Buku yang Bergizi

Penulis: Hernowo

Salam jumpa!

Senang sekali dapat terus bertemu dengan Anda di Mizan OnLine. Meskipun pertemuan kita hanya lewat jembatan bernama kata-kata, namun saya harus bersyukur karena saya diberi kesempatan untuk terus berlatih menulis. Semoga, saya sungguh ingin berharap, pembaca juga mendapat manfaat dari tulisan-tulisan saya.

Mulai minggu depan, insya Allah, saya akan membuat tulisan berseri di rubrik “Plong” dengan topik sebagaimana judul tulisan saya ini. Saya ingin mengajak para pembaca untuk melakukan eksplorasi bersama saya ke dunia buku, tepatnya dunia yang di dalamnya kita dapat menikmati bagaimana seseorang membuat buku.

Saya akan mencoba menjadi pemandu pembaca dalam menjelajahi hampir semua corak buku yang pernah dibuat oleh para penulis andal. Tentu, kata “hampir semua” itu tidak lantas merujuk ke seluruh buku yang ada di dunia. Saya akan memilihkan buku-buku yang, menurut penilaian saya, memberikan hal-hal baru.

Titik tekan saya dalam memilih buku-buku yang memberikan hal-hal baru itu terletak pada bagaimana seorang penulis menyajikan gagasannya, dan bagaimana penyajian itu dapat memberikan suasana lain saat seorang pembaca masuk ke dalam dunia buku yang diciptakan penulis tersebut.

Apa yang saya rumuskan itu tentulah masih abstrak. Namun, saya akan mencoba menunjukkannya pada serial tulisan saya yang berkaitan dengan “bagaimana membuat buku yang bergizi tinggi”. Pada tahap awal, kita akan belajar kepada penulis-penulis sukses, seperti Spencer Johnson, Jalaluddin Rakhmat, J.K. Rowling, Helen Fielding dan masih banyak penulis lain, yang menuangkan gagasannya secara apik dan tertata.

Selanjutnya, setelah kita memiliki sejumlah pengetahuan tentang corak buku yang disajikan dengan sangat kaya dan berbeda, kita akan masuk ke pengenalan komponen buku secara sangat tajam. Dalam buku Mengikat Makna, saya telah menunjukkan secara selintas anatomi buku. Nah, di dalam serial tulisan saya kali ini, saya akan mempreteli (membongkar secara detail dan satu per satu) setiap komponen dan kemudian mengenali apa fungsi tiap komponen itu dalam “membunyikan” buku.

Setelah semuanya itu, saya akan menunjukkan kepada pembaca bagaimana kita dapat mengelola energi kreatif yang ada di dalam diri kita untuk menciptakan judul-judul yang “menggigit”. Atau, dalam konteks lain, misalnya, adalah bagaimana kita memanfaatkan benar potensi kita untuk memadukan bahasa rupa (visual) dan bahasa kata (tekstual) secara melejit dan menarik.

Pembaca yang budiman, membuat buku memang dapat mengasyikkan. Bagi saya, membuat buku bagaikan melakukan pemotretan atas kehidupan diri saya, dan kemudian hasil pemotretan itu saya petakan secara apik di sebuah album. Menata foto yang diletakkan secara miring, atau memberikan komentar foto yang mengesankan, hampir persis keadaannya saat saya merakit gagasan orang lain ke dalam buku-buku saya.

Tentu, saya akan berusaha sekuat daya saya untuk tidak terjebak pada pemaparan yang pelik, rumit, dan cepat membuat para pembaca bosan. Saya akan mencoba memberikan paradigma baru dalam membuat buku. Saya akan mencoba menyajikan tulisan-tulisan saya sependek mungkin dan bersifat “how to” (bagaimana melakukan sesuatu secara praktis). Doakan saja ya supaya saya dapat memenuhi syarat-syarat yang telah saya rumuskan tersebut.

Yang lain, saya ingin proses saya menyajikan serial tulisan ini berlangsung interaktif. Artinya, saya mengajak para pembaca untuk memberikan respons dan bertanya tentang apa saja. Anda dapat langsung mengirim e-mail ke info@mizan.com atau bisa langsung juga mengirimkannya kepada saya. Saya akan senang sekali apabila proses interaksi ini terjadi. Sebab hanya dengan bertukar pengalaman secara aktiflah, sebuah gagasan atau perumusan itu dapat terus direvisi dan disajikan dengan lebih baik.

Kemudian, selain itu pula, saya juga akan membangkitkan minat para pembaca untuk punya kemauan, terutama, dan kemampuan menulis buku. Tentu, saya tidak bisa mengarahkan agar pembaca membuat buku ini dan buku itu. Pilihan membuat buku dalam konteks ini atau konteks itu, saya serahkan sepenuhnya kepada pembaca. Saya akan menunjukkan saja, di dalam serial tulisan saya ini, bahwa potensi membuat buku itu sebenarnya sudah tertanam di dalam diri pembaca.

Nah, akhirnya sampailah saya pada penjelasan soal kenapa harus menggunakan kata “bergizi” dan ditambah dengan kata “tinggi” lagi. Kan sudah cukup kalau buku itu “bergizi” dan tidak usah gizi yang dikandungnya tinggi? Benar sekali. Buku yang bergizi saja sudah cukup. Buku yang bergizi sudah pasti akan membuat seorang pembaca buku mampu menyerap gizi-ruhani yang luar biasa. Kenapa harus ditambahi kata “tinggi”?

Pembaca, saya menambahi kata “tinggi” agar di dalam menuliskan serial tulisan ini ada semacam tantangan. Saya memang belum punya konsep tentang “bergizi tinggi” itu seperti apa. Atau bagaimana merumuskan secara objektif dan bisa disetujui oleh hampir semua kalangan tentang buku yang miliki “gizi tinggi” itu. Sungguh, pada saat ini, itu belum terpikirkan oleh saya.

Saya, sekali lagi, hanya ingin ada tantangan. Soal buku yang bergizi, saya kira sudah saya jelaskan di dalam dua buku saya, Mengikat Makna dan Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza. Saya merumuskan buku-buku yang memiliki gizi adalah buku-buku yang mampu menggerakkan pikiran pembacanya. Dan proses penggerakan pikiran yang dapat dilakukan oleh sebuah buku, ada kemungkinan, hanya lewat susunan kata yang memang memenuhi kaidah penalaran, diksi yang baik, serta juga koherensi dan komposisi yang yahud pula, yang disajikan oleh sebuah buku.

Lantas, kira-kira bagaimana rumusan soal buku yang bergizi tinggi? Semoga saja, serial tulisan saya nanti dapat memecahkan soal ini. Selamat menikmati, dan senang dapat membantu Anda.

Nyalin dari:
http://longjournal.wordpress.com/2008/12/24/membuat-buku-yang-bergizi/

Kiat Menulis Resensi Buku

sumber: Republika.co.id

Menulis resensi atau kritik buku sebenarnya nggak sulit. Kalau mau, kamu juga bisa. Nah, berikut ini ada beberapa tips agar kamu piawai menulis resensi.
* Tulisan resensi yang menggambarkan sinopsis harus sesuai dengan isi buku. Banyak peserta yang terdaftar dalam kompetisi ini ternyata kurang memahami isi buku sehingga sinopsis mereka berbeda dengan isi buku.

* Ketajaman analisa. Setelah memahami isi buku, kamu harus bisa menilai apakah isi buku bermanfaat atau tidak ? Jika memang bagus, beri penjelasan di mana letak sisi bagus itu. Begitu pun sebaliknya. Di samping itu, kamu harus pula menguasai pengetahuan lain sebagai bahan pembanding isi buku yang hendak kamu kritisi itu, termasuk di dalamnya menyikapi masalah yang ditampilkan buku tersebut.

Asal kamu tahu, prosentase terbesar kriteria penilaian ada pada ketajaman analisa. Di sini, kamu harus bisa mengaitkan masalah lain yang ada dengan masalah yang diangkat buku itu. Dari sini, gagasan kamu dan isi buku mengenai masalah yang sama, bisa bertemu. Tentu saja kamu bisa mengungkapkan ketidaksetujuan atas gagasan penulis buku yang bersangkutan. Pada saat yang sama, kamu juga harus menawarkan argumen untuk mendukung pendapatmu.

* Gunakan bahasa yang terstruktur, lugas, dan jelas sehingga memudahkan pembaca memahami maksud kamu. Melalui bahasa semacam itu, kamu bisa menulis ulang isi atau materi yang terkandung dalam buku, kemudian mengkritisi isinya jika ada yang dinilai kurang tepat. Selain itu, penulis resensi juga harus memiliki kemampuan memahami isi buku secara benar.

* Terakhir, hindari penggunaan kalimat yang panjang dan bertele-tele. Kalimat panjang bisa mengaburkan pesan yang akan disampaikan. Jangan lupa, pilih kata-kata yang tepat untuk merangkai tulisan resensimu. Dengan cara ini, niscaya pembaca akan gampang memahami maksud kamu. Tidak sulit, kan? Oke deh, selamat mencoba. berbagai sumber/cho

——————————–
File ini merupakan posting Yasmin Agency pada tanggal 10 Juli 2003
nyalin dari:
http://longjournal.wordpress.com/2008/12/24/kiat-menulis-resensi-buku/

Aku Ingin Ke Bulan

Oleh Edelwise Tsurayya

Aku ingin ke bulan, karena bumi begitu sesak
Di daratan dan lautan tak ada tempat bertambat
Dari utara ke selatan penuh kemunafikan
Dari timur ke barat penuh keangkuhan

Si angkuh menyerigai, bagai serigala mengintai sekawanan rubah
Si munafik tersenyum licik bagai pyton kelebihan beban

Aku ingin ke bulan, karena bumi penuh noktah
Halalkan simbah darah
Kaya titah dan serapah
Aku mulai jengah.


(11.11am 20.3.2011)
-EdT on teparz-

Kisah Lalu

Oleh Edelwise Tsurayya

Jelang malam aku duduk terpaku
Hujan jenuh meratapiku
Aku adalah jawara kampungku
Usia muda kelebihanku
Namun ilmu bukan hal baru

Si pongah datang mencaciku
Kutepis bias bersama bayu
Hirauku tak dianggapnya perlu
Aku berlalu
Dia membuntutiku

"Apa yang kau mau?"
Tanyaku tanpa ragu
Kala dia tergugu
Tanganku mendarat bagai palu

Ini kuanggap perlu
Karena kau tak tahu
Kau bukan siapa-siapa bagiku
Kau hanya guru masa lalu
"Pahamkan itu!"
Ajianku mengantarkanmu
Menuju samudra biru
Umpatan tak pantas bagimu
Hanya memberi bekas palsu
Pergilah jawara seniorku....

[EdT]
22.03.2011 -7.30pm

Lara Mengenamu

Oleh Edelwise Tsurayya

Lepaskan jika sesak
Lepaskan jika jengah
Lepaskan jika tak sanggup menggenggam

Asaku...
Tak usah kau genggam
Makin dalam
Rasa itu makin hancur
Menguap bersama bias udara pasar

Asaku...
Tak usah kau bungkam
Makin kau redam
Rasa itu beranjak pudar
Berpendar bersama tatapan hambar

Lepaskan saja…
Lepaskan
Jika tak sanggup menggenggam
Tanpa bungkam
Rasamu hilang bersama fajar
Lepaskanlah dia pada-Nya

[Edt]
18 maret 2011 (12.43 pm)
*teruntuk orang-orang yang tertatih membalut luka

Unsur-Unsur Resensi

Oleh : Hafijah

Resensi yang merupakan salah satu bentuk tulisan jurnalistik populer tetap mempunyai aturan-aturan penulisan. Aturan tersebut didasarkan pada unsur-unsur yang membangun resensi buku. Setiap media massa mempunyai pola sendiri dalam penulisan resensi. Akan tetapi pola-pola tersebut tetap mengandung unsur-unsur resensi pada umumnya. Unsur tersebut menurut Samad (1997:7—8) meliputi judul resensi, data buku, pendahuluan, tubuh atau isi pernyataan, dan penutup.

Judul resensi haruslah selaras dengan keseluruhan isi resensi dan tentu saja menarik. Dalam unsur yang kedua, data buku, terdiri dari (1) judul buku, (2) pengarang, (3) penerbit, (4) tahun terbit beserta cetakannya, (5) tebal buku, dan (6) harga buku (jika diperlukan). Unsur tubuh resensi merupakan bagian inti dari suatu resensi. Bagian ini memuat diantaranya (1) sinoposis atau isi buku secara bernas dan kronologis, (2) ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya, (3) keunggulan buku, (4) kelemahan buku, (5) rumusan
kerangkan buku, (6) tinjauan bahasa, dan (7) adanya kesalahan cetak. Terakhir, unsur penutup resensi biasanya berisi buku itu penting untuk siapa dan mengapa. Pendapat ini senada dengan pendapat Saryono (1997:68), tetapi Saryono menambahkan unsur penulis resensi setelah unsur penutup resensi.

Sementara itu, Romli (2003: 78—81) berpendapat bahwa resensi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Pada bagian penduluan, peresensi memberikan informasi mengenai identitas buku yang meliputi judul, penulis, penerbit dan tahun terbitnya, jumlah halaman, dan harga buku jika diperlukan. Kemudian di bagian kedua berisi ulasan tentang tema atau judul buku, paparan singkat isi buku (mengacu kepada daftar isi) atau gambaran tentang keseluruhan isi buku, dan informasi tentangl atar belakang serta tujuan penulisan buku tersebut.

Pada bagian ini juga diulas mengenai gaya penulisan, perbandingan buku itu dengan buku bertema sama karangan penulis lain atau buku karangan penulis yang sama dengan tema lain. Pada bagian penutup peresensi menilai bobot (kualitas) isi buku tersebut secara keseluruhan, menilai kelebihan dan kekurangan buku tersebut, memberi kritik dan saran kepada penulis dan penerbit menyangkut cover, judul, editing, serta
memberi pertimbangan kepada pembaca tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan dimiliki.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan mengenai unsur-unsur dalam resensi, yaitu (1) judul resensi yang dikemas secara menarik dan mewakili keseluruhan isi resensi, (2) identitas buku yang meliputi judul, penulis, penerbit dan tahun terbitnya, jumlah halaman, dan harga buku jika diperlukan, (3) pendahuluan, (4) tubuh resensi, (5) penutup resensi, dan (6) identitas peresensi.

sumber:
http://longjournal.wordpress.com/2008/05/08/unsur-unsur-resensi/