Senin, 18 April 2011

Membuat Buku yang Bergizi

Penulis: Hernowo

Salam jumpa!

Senang sekali dapat terus bertemu dengan Anda di Mizan OnLine. Meskipun pertemuan kita hanya lewat jembatan bernama kata-kata, namun saya harus bersyukur karena saya diberi kesempatan untuk terus berlatih menulis. Semoga, saya sungguh ingin berharap, pembaca juga mendapat manfaat dari tulisan-tulisan saya.

Mulai minggu depan, insya Allah, saya akan membuat tulisan berseri di rubrik “Plong” dengan topik sebagaimana judul tulisan saya ini. Saya ingin mengajak para pembaca untuk melakukan eksplorasi bersama saya ke dunia buku, tepatnya dunia yang di dalamnya kita dapat menikmati bagaimana seseorang membuat buku.

Saya akan mencoba menjadi pemandu pembaca dalam menjelajahi hampir semua corak buku yang pernah dibuat oleh para penulis andal. Tentu, kata “hampir semua” itu tidak lantas merujuk ke seluruh buku yang ada di dunia. Saya akan memilihkan buku-buku yang, menurut penilaian saya, memberikan hal-hal baru.

Titik tekan saya dalam memilih buku-buku yang memberikan hal-hal baru itu terletak pada bagaimana seorang penulis menyajikan gagasannya, dan bagaimana penyajian itu dapat memberikan suasana lain saat seorang pembaca masuk ke dalam dunia buku yang diciptakan penulis tersebut.

Apa yang saya rumuskan itu tentulah masih abstrak. Namun, saya akan mencoba menunjukkannya pada serial tulisan saya yang berkaitan dengan “bagaimana membuat buku yang bergizi tinggi”. Pada tahap awal, kita akan belajar kepada penulis-penulis sukses, seperti Spencer Johnson, Jalaluddin Rakhmat, J.K. Rowling, Helen Fielding dan masih banyak penulis lain, yang menuangkan gagasannya secara apik dan tertata.

Selanjutnya, setelah kita memiliki sejumlah pengetahuan tentang corak buku yang disajikan dengan sangat kaya dan berbeda, kita akan masuk ke pengenalan komponen buku secara sangat tajam. Dalam buku Mengikat Makna, saya telah menunjukkan secara selintas anatomi buku. Nah, di dalam serial tulisan saya kali ini, saya akan mempreteli (membongkar secara detail dan satu per satu) setiap komponen dan kemudian mengenali apa fungsi tiap komponen itu dalam “membunyikan” buku.

Setelah semuanya itu, saya akan menunjukkan kepada pembaca bagaimana kita dapat mengelola energi kreatif yang ada di dalam diri kita untuk menciptakan judul-judul yang “menggigit”. Atau, dalam konteks lain, misalnya, adalah bagaimana kita memanfaatkan benar potensi kita untuk memadukan bahasa rupa (visual) dan bahasa kata (tekstual) secara melejit dan menarik.

Pembaca yang budiman, membuat buku memang dapat mengasyikkan. Bagi saya, membuat buku bagaikan melakukan pemotretan atas kehidupan diri saya, dan kemudian hasil pemotretan itu saya petakan secara apik di sebuah album. Menata foto yang diletakkan secara miring, atau memberikan komentar foto yang mengesankan, hampir persis keadaannya saat saya merakit gagasan orang lain ke dalam buku-buku saya.

Tentu, saya akan berusaha sekuat daya saya untuk tidak terjebak pada pemaparan yang pelik, rumit, dan cepat membuat para pembaca bosan. Saya akan mencoba memberikan paradigma baru dalam membuat buku. Saya akan mencoba menyajikan tulisan-tulisan saya sependek mungkin dan bersifat “how to” (bagaimana melakukan sesuatu secara praktis). Doakan saja ya supaya saya dapat memenuhi syarat-syarat yang telah saya rumuskan tersebut.

Yang lain, saya ingin proses saya menyajikan serial tulisan ini berlangsung interaktif. Artinya, saya mengajak para pembaca untuk memberikan respons dan bertanya tentang apa saja. Anda dapat langsung mengirim e-mail ke info@mizan.com atau bisa langsung juga mengirimkannya kepada saya. Saya akan senang sekali apabila proses interaksi ini terjadi. Sebab hanya dengan bertukar pengalaman secara aktiflah, sebuah gagasan atau perumusan itu dapat terus direvisi dan disajikan dengan lebih baik.

Kemudian, selain itu pula, saya juga akan membangkitkan minat para pembaca untuk punya kemauan, terutama, dan kemampuan menulis buku. Tentu, saya tidak bisa mengarahkan agar pembaca membuat buku ini dan buku itu. Pilihan membuat buku dalam konteks ini atau konteks itu, saya serahkan sepenuhnya kepada pembaca. Saya akan menunjukkan saja, di dalam serial tulisan saya ini, bahwa potensi membuat buku itu sebenarnya sudah tertanam di dalam diri pembaca.

Nah, akhirnya sampailah saya pada penjelasan soal kenapa harus menggunakan kata “bergizi” dan ditambah dengan kata “tinggi” lagi. Kan sudah cukup kalau buku itu “bergizi” dan tidak usah gizi yang dikandungnya tinggi? Benar sekali. Buku yang bergizi saja sudah cukup. Buku yang bergizi sudah pasti akan membuat seorang pembaca buku mampu menyerap gizi-ruhani yang luar biasa. Kenapa harus ditambahi kata “tinggi”?

Pembaca, saya menambahi kata “tinggi” agar di dalam menuliskan serial tulisan ini ada semacam tantangan. Saya memang belum punya konsep tentang “bergizi tinggi” itu seperti apa. Atau bagaimana merumuskan secara objektif dan bisa disetujui oleh hampir semua kalangan tentang buku yang miliki “gizi tinggi” itu. Sungguh, pada saat ini, itu belum terpikirkan oleh saya.

Saya, sekali lagi, hanya ingin ada tantangan. Soal buku yang bergizi, saya kira sudah saya jelaskan di dalam dua buku saya, Mengikat Makna dan Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza. Saya merumuskan buku-buku yang memiliki gizi adalah buku-buku yang mampu menggerakkan pikiran pembacanya. Dan proses penggerakan pikiran yang dapat dilakukan oleh sebuah buku, ada kemungkinan, hanya lewat susunan kata yang memang memenuhi kaidah penalaran, diksi yang baik, serta juga koherensi dan komposisi yang yahud pula, yang disajikan oleh sebuah buku.

Lantas, kira-kira bagaimana rumusan soal buku yang bergizi tinggi? Semoga saja, serial tulisan saya nanti dapat memecahkan soal ini. Selamat menikmati, dan senang dapat membantu Anda.

Nyalin dari:
http://longjournal.wordpress.com/2008/12/24/membuat-buku-yang-bergizi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar